oleh: Andre Kurniawan
Jenangbledeg - Menikmati pertandingan di malam hari bagi khalayak sepakbola di kota-kota besar mungkin sudah menjadi pemandangan yang biasa. Apalagi kota yang memiliki tim dengan label kasta tertinggi. Jadwal pertandingan yang padat dan tuntutan dari pihak broadcast seringkali membuat match malam menjadi sebuah keharusan. Namun untuk tim kota kecil, menonton pertandingan di malam hari adalah nyaris sebuah kemustahilan. Apalagi tim di kota tersebut adalah tim amatir kasta bawah. Pertandingan malam menjadi sesuatu yang langka, bahkan untuk beberapa daerah malah tidak ditemui.
Infrastruktur menjadi alasan utama dari permasalahan diatas. Tidak tersedianya sarana lampu penerangan di stadion membuat panitia pertandingan mau tidak mau harus membuat schedule pertandingan di waktu sore, tentunya dengan berbagai macam resiko. Pertandingan sore tentu sangat beresiko apabila terjadi delay. Resiko yang terjadi biasanya pandangan pemain di lapangan akan terganggu karena hari yang semakin gelap. Biasanya terjadi di menjelang menit-menit akhir pertandingan. Atau resiko yang lebih parah adalah penundaan pertandingan.
Dilihat dari perspektif penonton, pertandingan sepakbola di malam hari memiliki berbagai keuntungan. Khusus bagi kalangan working class, pertandingan malam tentu menjadi angin segar bagi mereka yang di waktu sore masih berada di tempat kerja. Apalagi bagi mereka yang bekerja di luar territorial kota Kudus. Sedangkan bagi pihak panpel, hasil dari pemasukan tiket pertandingan mungkin saja akan sedikit bertambah karena pada jam-jam prime time, banyak orang yang haus akan hiburan dan rekreasi. Mengunjungi stadion dan menonton pertandingan dikala malam hari mungkin bisa menjadi alternatif hiburan.
Bagaimana dengan Kudus? Lampu di stadion Wergu Wetan sebenarnya sudah mulai dibangun sejak 2011, namun tak kunjung digunakan untuk pertandingan reguler. Selepas selesai pengerjaan, lampu stadion hanya sebatas digunakan untuk kegiatan training, laga kelompok umur & laga non resmi, itu pun hanya berlangsung sesekali. Selebihnya, 4 tiang lampu yang terpasang hanya semacam monumen besi berdiri tanpa fungsi.
Barulah pada 2016, yang dinanti-nanti masyarakat Kudus tiba. Berdasarkan rilis jadwal resmi yang sudah beredar, tanggal 22 November 2016 Persiku akan melaksanakan pertandingan malam hari dalam putaran Nasional kompetisi Liga Nusantara grup E. Lawan yang akan dihadapi adalah PS Belitung Timur tim perwakilan asal provinsi Bangka belitung. Kebetulan PT GTS saat itu menunjuk Wergu Wetan menjadi salah satu venue bersama dengan stadion-stadion lain di kawasan Jateng & DIY.
Malam itu Wergu Wetan terlihat berbeda dari biasanya. Wajah Wergu Wetan tampak lebih gemerlap dan memancarkan sinar oleh lampu-lampu yang sudah dinyalakan sejak sore menjelang malam. Didukung oleh cuaca cerah berbintang namun sedikit berawan membawa kesan syahdu. Kilauan lampu yang menancap di di masing-masing sudut stadion seolah melambai-lambai menyambut para calon penonton yang hadir.
Tepat pukul 19.00 peluit tanda kick off Pertandingan resmi dibunyikan. Pertandingan berjalan cukup sengit. Kedua tim saling jual beli serangan. Persiku yang saat itu memakai jersey putih-putih berhasil unggul 1-0 di babak pertama. Di babak kedua, Persiku kembali menambah 1 gol lagi. Skor 2-0 untuk keunggulan Persiku bertahan hingga peluit akhir dibunyikan.
Di akhir pertandingan, penonton tampak
mengekspresikan kegembiraan dengan bernyanyi bersama para pemain. Tak lupa kilauan
percikan kembang api & flare yang dinyalakan melengkapi pesta kemenangan malam
itu. Sebuah
pertandingan yang memiliki kesan dan menciptakan atmosfer yang berbeda dari biasanya. Bagaimanapun,
pertandingan Persiku vs PS Belitung Timur patut dicatat dalam lembaran sejarah
tim kota Kretek. Sebuah pertandingan cukup mewah dari sisi momen dan suasana untuk sekelas tim kota kecil yang bahkan susah untuk ditemui kembali di Wergu Wetan hingga saat ini.
