by : Andre Kurniawan
Jenangbledeg - Mess bagi sebuah klub sepakbola menjadi salah satu fasilitas penting yang harus dipenuhi oleh manajemen klub. Keberadaan mess sangatlah vital guna menampung para pemain beserta official tim lainnya, khususnya untuk menampung mereka yang berasal dari luar daerah. Beberapa klub di Indonesia sudah memiliki mess sebagai aset permanen klub yang dikhususkan untuk para pemainnya. Namun banyak pula klub yang tidak memiliki mess pribadi sehingga harus mengambil opsi sewa/kontrak rumah.
Musim 2006 saat Persiku berada di Divisi I Liga Indonesia, Manajemen Persiku sempat menyewa sebuah rumah kosong untuk dijadikan mess pemain di daerah Loram Wetan. Rumah berukuran sedang tersebut berada di Kawasan pemukiman penduduk. Tepatnya di gang Bagusan, Desa Loram Wetan. Sekitar 50 meter dari jalan raya Pattimura.
Alasan logis yang dapat diterjemahkan orang awam mengapa manajemen memutuskan menyewa rumah tersebut adalah karena lokasi mess terbilang cukup strategis. Mess hanya berjarak sekitar 1 km dari stadion Wergu Wetan. Perjalanan dari mess menuju stadion hanya memakan waktu kurang dari 5 menit saja jika ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Hal tersebut tentu memudahkan para pemain untuk melaksanakan kewajiban mereka sebagai pemain profesional, baik untuk berangkat latihan maupun bertanding ke stadion.
Mess saat itu hanya dihuni oleh mayoritas pemain yang berasal dari luar Kudus. Pemain lokal asli Kudus jarang berada di mess karena bila tidak ada kegiatan, para pemain lokal Kudus biasanya pulang kerumahnya masing-masing. Sedangkan untuk pemain asing, ditempatkan di penginapan yang berbeda.
Namun kabarnya, beberapa dari penghuni mess Loram seringkali mengalami kejadian janggal. Suasana mess bagi para penghuni dirasa cenderung tidak normal. Cerita-cerita miring seringkali terdengar dari mulut para penghuni. Beberapa bahkan menyebut mess tersebut dengan sebutan mess uka-uka.
Hal tersebut diamini Suparyo, salah satu stiker Persiku Kudus saat itu. Dia sempat berbagi beberapa pengalaman kurang mengenakkan saat tinggal di mess Loram. Namun, satu kejadian janggal yang masih membekas adalah saat Suparyo pertama kali tidur di mess. Saat itu, rombongan tim selesai melakukan pertandingan away dari Jawa Timur. Setelah menjalani perjalanan panjang, para pemain tiba di mess pada malam harinya. Saat sedang beristirahat, di tengah malam Suparyo merasa ada sosok makhluk besar yang menindih tubuhnya. Tubuhnya sama sekali tidak bisa bergerak.
Narasi diatas hanya segelintir kisah yang dialami oleh penghuni mess. Mengenai benar dan tidaknya atau percaya dan tidak percaya mengenai cerita yang berkembang di mess merupakan hak masing-masing individu. Penulis menyerahkan hal tersebut sepenuhnya kepada pembaca, mengingat hal-hal yang berbau mistis memang sulit dibuktikan dengan akal sehat.
Namun kini, rumah tersebut sudah dibongkar dan rata dengan tanah, dan hanya tersisa pagar di bagian depan. Tanah kosong bekas bangunan sudah dipenuhi tumbuhan liar dan semak belukar. Tidak diketahui secara pasti mengapa bangunan rumah tersebut dirobohkan oleh si pemilik. Entah berhubungan dengan hal mistis ataupun tidak, yang jelas tak lama setelah habis kontrak, bangunan rumah tersebut langsung diratakan dengan tanah.
